Life is once and it goes on

23.6.14

The Rainbow Troops Bukan Laskar Pelangi


Judul           : The Rainbow Troops (English)
Judul Asli    : Laskar Pelangi
Penulis        : Andrea Hirata
Penerjemah : Angie Kilbane
Penerbit      : Bentang Pustaka
Tahun         : 2009
Halaman     : 463

Di Indonesia siapa yang tidak mengenal novel tetralogi Laskar Pelangi. Novel yang menjadi fenomena pada tahun 2008 itu kemudian menuai sukses lebih besar setelah dibuatkan film oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Bercerita tentang perjuangan 10 anak yang tinggal di pedalaman Belitung untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Ikal dan teman temannya harus melalui berbagai rintangan mulai dari kemiskinan, ketidakpedulian pemerintah, hingga diskriminasi oleh PT. PN (perusahaan negara yang menguasai pertambangan timah di Belitung). Ikal, si tokoh utama akhirnya bisa menempuh pendidikan tingginya di Eropa, di University of Sorbonne Paris Prancis. Walaupun di sisi yang lain tokoh Lintang yang digambarkan jenius harus kalah oleh keadaan. Dia putus sekolah karena ayahnya wafat dan Lintang harus bekerja menggantikan ayahnya menjadi tulang punggung keluarga. 


Andrea Hirata telah sukses menyihir pembacanya melalui narasi yang begitu memikat. Pada satu halaman pembaca dibuat tertawa terpingkal pingkal dan pada halaman yang lain pembaca bisa saja meneteskan air mata karena simpati dengan yang terjadi pada kehidupan mereka. 

Namun ketika Laskar Pelangi diterjemahkan menjadi The Rainbow Troops ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan, yakni pada alur dan penokohan. Pada The Rainbow Troops Andrea Hirata menambah beberapa detail cerita dan tokoh. Tentu kita tidak akan menemukan tokoh Pak Samadikun pada Laskar Pelangi, karena memang tidak ada. Pak Samadikun adalah seorang petugas pengawas sekolah. Bila diceritakan di awal SD Muhammadiyah Gantong hampir ditutup karena kekurangan murid maka ancaman lain muncul dengan hadirnya pak Samadikun. Sekolah bisa saja ditutup karena kurangnya fasilitas.

Ada pula cerita semacam ini. Suatu hari orang-orang PN menemukan bahwa di bawah SD Muhammadiyah Gantong terdapat timah dalam jumlah yang besar sementara PT. PN sudah mulai kehabisan lahan untuk di keruk. Lokasi SD itu merupakan lokasi tambang yang menjanjikan bagi mereka. Maka pergolakan terjadi. Bu Mus hadir sebagai pahlawan yang menyelamatkan sekolah itu dengan menemui langsung pimpinan PT. PN.

Jadi menurut saya, The Rainbow Troops tidak sekedar karya terjemahan dari Laskar Pelangi. Itu sudah merupakan novel baru yang disadur dari novel lama dan ditulis oleh pengarang yang sama. Sebetulnya The Rainbow Troops memiliki keunggulan lain, yakni plotnya lebih berurutan sehingga pembaca lebih terbangun mind mapping-nya. Selebihnya The Rainbow Troops tidak berbeda dari Laskar pelangi: tetap bisa membuat pembaca tertawa dan menangis bergantian.


***Saat ini saya sedang menulis skripsi saya yang berjudul "Mimicry and Ambivalence in Andrea Hirata's The Rainbow Troops" menggunakan teori poskolonial tentang mimikri dan ambivalensi. Teori saya ambil dari buku The Location of Culture yang ditulis oleh Homi K Bhabha. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar