Life is once and it goes on

24.2.16

Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer


Judul : Bumi Manusia
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta
Cetakan, Tahun : cetakan ke 19, tahun 2015
Jumlah halaman : 551 halaman

Saya beli buku ini seharga 85ribu di Gramedia PTC sekitar bulan September. Dan baru sekarang rampung. Saya beli karena saya pingin sekali menuntaskan. Dulu ketika semester 1 saya juga baca, tapi putus di tengah jalan. Lagi pula saya punya alasan untuk membeli buku ini. Mengurasi stress sebelum melahirkan. Ternyata gak ada efeknya sama sekali hahaha

Kepada buku ini, saya katakan bahwa penerbitnya kurang gaul. Kesalahan ejaan sangat banyak sekali. Salah tanda baca, bahkan perbedaan font satu kalimat dengan kalimat lain. Sampean tahu tugas mahasiswa yang isinya cuma kopi paste itu kan? Nah iya, mirip seperti itu. 

Semester satu dulu, boleh saya katakan buku ini berat. Banyak istilah yang tidak saya pahami. Hipokrit adalaha kata yang membuat saya tidak bisa merampungkan buku ini dulu. Saya lebih sibuk mencari artinya daripada membaca kelanjutannya.

Sekarang, 8tahun setelah tempo itu. Saya mengerti, buku ini cerdas dan pembuatnya lebih cerdas. Pram memaparkan keseharian manusia dengan sudut pandang yang manusiawi. Gambaran Minke, Nyai Ontosoroh dan Annelis digambarkan sempurna secara manusia, bukan malaikat, bukan setan. Saya tidak menemukan karakter seperti ini di kisah kisah mutakhir. 

Isu kolonialisme, ras dan budaya menjadi polemik utama. Saya tahu sudah banyak skripsi membahasnya jadi saya tidak perlu berpanjang panjang kata. Intinya saya suka buku ini, dengan pemilihan diksinya, alurnya juga penokohannya. 

Bila ada kesempatan saya akan melanjutkan buku kedua dari tetralogi buru.






28.4.15

Jejak Budaya Meratas Peradaban - Much Khoiri


Judul Buku    : Jejak Budaya Meratas Peradaban
Penulis           : Much Khoiri
Halaman        : 201 halaman
Penerbit         : Jalindo Sidoarjo
Tahun terbit   : Cetakan I, Mei 2014

Buku ini sebetulnya sudah habis saya baca dua bulan yang lalu, hanya saja saya terlalu malas untuk menulis reviewnya--bahkan saya tidak melanjutkan membaca tuntas buku yang lain. Buku ini ditulis oleh dosen pembimbing skripsi saya pak Khoiri. Beberapa tahun belakangan ini beliau aktif menulis buku. Sebelumnya--sejak masih muda--beliau memang sudah aktif menulis di media, entah berupa cerpen, artikel, dsb. Dan saya tidak meragukan kualitas tulisannya.

Buku beliau yang satu ini sebetulnya tidak seserius judulnya. Sebagai seorang dosen sastra yang banyak mengkaji sosiologi, keputusan beliau mengambil judul ini memang tidak salah, bahkan boleh dibilang cukup bagus untuk memancing ketertarikan pembaca. Namun di sisi lain, pembaca awam akan merasa "ooo.. ternyata cuma catatan perjalanan". Pembaca tidak bisa disalahkan. Kenyataannya, buku ini memang sejenis catatan perjalanan yang beliau rangkum selama bertahun-tahun  sebagai mahasiswa, dosen, suami, anak, bahkan hamba tuhan. 

Justru di sinilah kelebihannya. Pembaca awam bisa menikmati buku ini sebagai catatan perjalanan yang menceritakan banyak hikmah kehidupan yang sering kali kita remehkan. Banyak hal-hal sepele-yang-sebetulnya-penting kita abaikan begitu saja. Dengan bahasa yang ringan buku ini mengajak kita kembali menemukan makna dalam hidup. 

Namun sebagai mantan mahasiswanya, saya sedikit banyak paham bahwa apa yang ditulis beliau tidak sekedar curhatan yang ditulis di buku diary. Beliau sangat jeli dalam melihat setiap fenomena. Setiap statement tidak berdasarkan perasaannya semata. Semuanya ditulis dengan fakta dan landasan teori yang cukup baik sehingga saya tidak punya alasan untuk menegasi pendapat beliau sama sekali. Singkatnya, saya setuju pada (hampir) semua pendapatnya. Dalam kesederhanaan bahasanya, sebenarnya buku ini cukup saintifik. Tentu saja hal itu menunjukkan kecerdasan penulisnya.

Bagi orang-orang seperti saya--yang kurang piknik--buku ini tentu saja sangat menghibur. Beliau mengajak saya jalan-jalan dan memaknai berbagai kejadian dalam hidup. Tidak salah bila Prof Budi Darma mengatakan bahwa buku ini "... dapat diperlakukan sebagai sebuah kaleidoskop..."


11.1.15

Olenka - Budi Darma: Sebuah Entitas Kesempurnaan Manusia

Gambar saya ambil serampangan dari Google, tapi betul saya membaca edisi ini. 


Judul                : Olenka
Penulis             : Budi Darma
Penerbit            :  Balai Pustaka
Tahun terbit     : Cetakan kedua tahun 1986
Jumlah hal.      : 232 halaman
Genre               : Fiksi 

Dalam membaca buku lawas semisal Olenka, saya membiasakan diri untuk tidak membaca ulasannya terlebih dulu. Padahal di internet bertebaran artikel maupun komentar di grup buku mengenai novel fenomenal ini. Saya menginginkan sebuah pendapat yang original dan tidak terpengaruh oleh siapapun. Sebagai pembaca awam tentu saya ingin menilai pendapat saya sendiri. Samakah dengan orang lain? Apakah banal? Apakah kisah itu merasuk ke dalam pikiran saya atau bagaimana? Mari kita lanjutnya

Kita mengenal komedian Soleh Solihun dengan kalimat penutup stand-up comedy-nya "Sempurna hanya milik Gusti Allah dan lagu Andra & The Backbone". Dari sana kita acap mengambil kesimpulan bahwa di dunia ini manusia tak berhak untuk sempurna. Manusia pasti memiliki cacat dan kekurangan. Manusia dalam perjalanan hidupnya tidak mungkin tidak pernah berdosa, hanya saja sebagian manusia yang beruntung diberi kesadaran oleh Tuhan untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.

Saya mengutip kalimat yang di katakan Wayne kepada Fanton di status FB. Salah seorang teman kuliah yang selama ini dikenal bookworm mengomentari status tersebut "Olenka adalah novel absurd, dan saya tidak juga memahaminya hingga hari ini" Sejujurnya saya tidak setuju dengan pendapatnya. Kisah Olenka nyata, transparan, dan tidak absurd sama sekali. Rafilus absurd! Ya memang, entah Rafilus yang absurd entah pula si Tiwar yang demikian. Namun Olenka berbeda. Unsur intriksik dalam novel ini mengalir rapi. Penokohan tersiratkan secara gamblang. Alurnya jelas. Walaupun endingnya menggantung, saya sebagai pembaca awam dapat menyimpulkan bahwa novel ini ditulis dengan sempurna. Detail (setting waktu, tempat) yang mengesankan serta menampilan tokoh yang manusiawi.

Apa itu manusiawi? Dalam pengertian sederhana saya manusiawi adalah suatu kondisi dimana manusia tidak dituntut untuk sempurna. Manusia hanya perlu menjalankan kodrat dan menempuh takdir sebaik yang ia mampu. Kesempurnaan yang berarti "suatu unsur mutlak" sama sekali tidak bisa disandarkan pada jiwa raga manusia  Kesempurnaan manusia justru nampak atas ketidaksempurnaannya. Karena setiap manusia itu unik, berbeda dengan orang lain dan memiliki 'gift' tersendiri dari Tuhan. Perbedaan dan keunikan ini yang menjadikan manusia sempurna. Seperti kata dosen cantik Hujuala Rika dalam status FBnya "Nobody is perfect, I am nobody, I am perfect"

Demikian halnya dalam Olenka. Bila dalam novel-novel pop awal 2000an saya banyak membaca novel yang tokohnya dan jalan ceritanya sempurna (tokohnya utamanya tampan, pintar dan sholeh lantas menikahi gadis  cantik yang kaya raya dan sholehah) maka Olenka, Wayne, Fanton dan Mary Carson tidak begitu. Mereka hadir dengan kesempurnaan mereka sendiri melalui kecacatan jiwa mereka masing masing.

Wayne menuduh Fanton memiliki lepra dalam jiwanya. Pada beberapa bagian Fanton mengamini tuduhan itu. Sementara Wayne tidak kalah busuk dan menyebalkan entah sebagai suami Olenka maupun sebagai kenalan Fanton. Olenka sendiri memiliki kecacatan jiwa yang tidak kalah buruk. Hidupnya limbung tidak tentu arah (bahkan dia menyukai sesama jenis), menikahi pria yang salah dan punya selingkuhan pria yang salah pula. Filosofi hidup Mary Carson tidak kalah buruk, yakni menikahi profesor bodoh yang haus pujian untuk kemudian dia perbudak seumur umur. 

Saya tidak ingin menceritakan pendapat saya dengan detail. Karena ini bukan skripsi dan saya juga harus melakukan hal lain. Namun saya hanya ingin memberi kesimpulan bahwa melalui Olenka, penulis telah menjabarkan entitas kesempurnaan setiap individu. Bahwa setiap individu itu cacat, memiliki kekurangan dan pasti melakukan kesalahan. Maka di mata saya di sanalah sempurnanya penokohan dalam novel Olenka ini





5.1.15

Rafilus - Budi darma

Gambar diambil sembarangan dari Google, tapi yang saya baca memang edisi ini.


Judul: Rafilus
Pengarang: Budi Darma
Penerbit: Jalasutra Yogyakarta
Tebal Buku: 239 halaman
Tahun Terbit: 2008
Genre: Novel Fiksi Absurd

Di sampul dalam buku ini tertulis 271210. Itu artinya buku ini saya beli tepat pada 27 Oktober 2010. Dan hari ini 5 Januari 2015 saya baru menulis reviewnya. Novel ini telah 4 tahun lebih berkarat di rak lemari tanpa saya sentuh. Gobloknya saya, duh...

Saya ingat betul kalimat dosen pembimbing saya pak Khoiri di sebuah kelas, katanya "Rafilus mati dua kali". Kalimat awal sebuah novel yang membawa debar itu diulang-ulang terus sepanjang pertemuan. Pada awalnya saya mengira itu hanyalah tangkapan atau hasil pemikiran pak Khoiri semata, namun ternyata sang penulisnyalah yang menularkan debar itu kepada semesta pembaca. Pada akhir novel pak Budi Darma menjelaskan bahwa "Rafilus mati dua kali" adalah sebuah abstaksi yang menjadikan beliau memiliki obsesi untuk menuliskan novel ini, bahkan di tengah kesibukannya dalam pekerjaan lain. Dalam pemikiran saya hal tersebut adalah "momen puitik" seperti yang disampaikan oleh Umar Fauzi Ballah pada kelas Puisi beberapa waktu yang lalu. Menurutnya momen puitik hadir kapan saja, di mana saja, oleh apa saja, dan barang tentu harus segera dieksekusi atau minimal ditulis kasar agar tidak menguap bersama ingatan kita yang terbatas.

24.6.14

Buku Buku Buku

Kemarin saya pulang ke rumah lama untuk mengambil beberapa barang. Kami memang belum 100% pindah rumah. Sebagian besar barang masih ada di rumah lama. Jadi ya kami mulai nyicil mengangkut barang yang bisa dibonceng motor.

Ada sekitar 2 rak buku yang ada di sana. Kemarin sudah mulai saya ikat dengan tali rafia agar mudah saat membawanya. Saya terdiam lama di depan rak buku. Bukan karena banyaknya buku (sebetulnya tidak terlalu banyak, tapi mungkin untuk ukuran saya buku sekian itu sudah terasa banyak) Tapi buku buku itu belum saya baca semua.

Selama kuliah saya hobi betul membeli buku. Rakus sekali membeli buku tapi tidak semua sempat terbaca bahkan ada yang belum dibaca sama sekali. Yang saya lebih sedih lagi adalah ternyata buku buku yang tersisa di rumah saya ternyata bukan buku favorit saya. Buku buku yang justru saya anggap bagus sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Saya ingat dulu saya sering sekali meminjamkannya kepada teman teman. Saya senang dong kalau teman saya hobi membaca. Tapi nyatanya buku buku bagus malah tidak pernah kembali. :(